Jokowi kebanjiran uang pada akhir tahun ini. Situasi tersebut terkonfirmasi setelah diketahui penerimaan pajak sudah mencapai Rp 1.600 triliun, melebihi target dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Ini pendapatan akan lebih tinggi dari dalam lapsem (laporan semester I). Belanjanya kemungkinan ada kendala lah sehingga tidak akan terserap optimal sehingga defisit ada di kisaran 3-3,9% PDB," ungkap Wahyu Utomo, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PK APBN) di sela-sela acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED), Badung, Bali.
Selain dari penerimaan pajak, sisi kepabeanan dan cukai juga dimungkinkan melewati target. Begitu pun dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang ditolong oleh tingginya harga komoditas internasional.
Kas negara juga mendapat pasokan dana segar dari Bank Indonesia (BI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III. Hingga Oktober 2022 sisa target SKB III mencapai Rp 128 ,6 triliun.
Seperti diketahui, dalam konferensi pers APBN Kita Oktober 2022, defisit APBN mencapai 0,91% PDB atau Rp 169,5 triliun. Penerimaan perpajakan Rp 2.181,6 triliun (44,5%). Penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2022 mencapai Rp 1.448,2 triliun (97,5%) atau tumbuh 51,8%.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 476,5 triliun (98,9%). Penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 256,35 triliun (85,73%) atau tumbuh 24,58%.
Belanja negara hingga akhir Oktober 2022 mencapai Rp 2.351,1 triliun atau 75,7% terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Belanja Kementerian Lembaga (KL) Rp 754,1 triliun (79,7%) dan non KL Rp 917,7 triliun (67,7%) dan transfer ke daerah Rp 679,23 triliun (84,4%).
Anggaran yang belum terpakai akan masuk ke dalam Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) saat tutup buku. SILPA 2021 baru digunakan sebagian dan menyisakan Rp 165 triliun. Sementara untuk 2022, SILPA diperkirakan juga tinggi.
Menurut Wahyu, SILPA bisa digunakan untuk memitigasi risiko yang muncul pada tahun depan. Khususnya dalam hal pembiayaan APBN, sebab pemerintah dan DPR telah menetapkan defisit pada level 2,84% PDB.
"APBN tetap berfungsi sebagai shock absorber, kita tahu ada windfall itu tidak akan dimanfaatkan semua itu untuk memperkuat buffer kita menyongsong 2023 karena 2023 sudah kita konsolidasi di bawah 3% PDB," pungkas.
0 comments:
Post a Comment